Kenyataannya memang demikian. Banyak pekerja lepas yang tidak begitu memedulikan kesehatannya sendiri. Bukan karena malas, tetapi alasan dikejar tenggat waktu yang sering terdengar selama ini. “Iya, nanti lah kalau proyek sudah kelar, gue lari keliling taman komplek deh.”
Freelance Image via Shutterstock
Jangankan untuk berolahraga, sekadar minum air mineral dengan jumlah minimal saja jarang dilakukan. Banyak dari pekerja lepas memilih kopi atau teh atau soda karena faktor kebiasaan, dekat dengan meja, titip beli pada teman, atau memang stoknya banyak tersedia di kulkas. Apa saja.
Ditambah lagi dengan kebiasaan merokok untuk menemani saat berjibaku dengan tenggat proyek. Semakin mendekati waktu penyerahan tugas pada klien, semakin banyak rokok yang terisap. Banyak teman-teman saya mengakuinya. Rokok, menurut mereka, bisa membantu untuk tetap terjaga, “Tidur nanti saja dibalas setelah kelar kerjaannya.” Meski sebenarnya tidak demikian. Sugesti mereka yang menekankan seperti itu.
Jika tubuh sudah mulai tak nyaman, itu artinya sudah ada peringatan untuk beristirahat. Mata, tangan, jantung, dan semua bagian tubuh meminta rehat sejenak. Jangan sesekali menentang alarm tubuh. Efeknya akan terasa jangka panjang. Biasanya, disadari ketika sudah nyaris terlambat ditangani.
Tak akan ada yang menyalahkan bila kita menggunakan waktu 30-60 menit untuk benar-benar beristirahat di tengah tenggat yang mencekik. Dalam keadaan lelah, ide apa yang bisa dikeluarkan dari pikiran? Nyaris tidak ada. Toh biar bagaimana pun, seorang pekerja lepas bisa dengan bebas mengatur waktunya sendiri kapan untuk bekerja, beristirahat, dan berolahraga.
Saya mengindahkan semua nasihat dan peringatan ketika mulai terasa ada yang salah dengan tubuh. Bukan demam biasa, bukan flu biasa, dan akhirnya saya merasa berhalusinasi bahwa saya merasa melayang. Lengan dan tangan kanan yang sangat nyeri tak bisa dipakai mengetik di laptop dan hey, bahkan tak bisa memasak di dapur! Akhirnya saya menyerah dan mencoba beristirahat di tempat tidur. Hingga akhirnya benar-benar tertidur.
Saat mata terjaga di pagi hari, ternyata saya sama sekali tak bisa menggerakkan tubuh. Beruntung saya masih bisa berbicara. Lebaynya, saya menangis dan mulai menyesal karena tidur hanya dua jam selama hampir seminggu. Baru seminggu, lho. Hal itu sukses membuat saya terkapar tak berdaya di tempat tidur selama hampir 24 jam.
Sejak saat itu, jika napas mulai tersengal (meski duduk manis dan hanya menatap laptop, ternyata kelelahannya sama dengan berjalan sekitar dua kilometer.), maka saya memutuskan untuk menjauh dari laptop dan duduk di teras sambil ngopi cantik dan bermain bersama kucing-kucing. Obat stres yang ampuh dan murah.
Untuk berolahraga, saya termasuk pemalas. Hingga saya hanya memilih berjalan kaki empat kilo meter (dua kilometer pergi dan dua kilometer pulang). Lumayan.
Nah, bagaimana denganmu? Apa pilihanmu untuk berolahraga dan apa kegiatanmu saat beristirahat? Berbagi di kolom komentar ya. 🙂
Bobby Prabawa
Tips saya agar tetap segar saat menulis freelance : Tidur pukul sembilan untuk kemudian bangun pukul 3 dini hari. Tubuh menjadi lebih segar. Kalau ngantuk solusi terbaik tidur. Itu mata kalau bisa ngomong pasti udah minta pensiun jika dipake begadang seminggu 7 hari. Badan cepat keropos. Salam freelance. 🙂