Saya tidak.
Saya lebih setuju jika posisi kita dan client adalah partner kerja yang setara.
Menempatkan posisi client sebagai raja (di atas kita), sering kali menyebabkan kita ‘terpaksa’ over service. (Please note, over service beda dengan excellent service)
Jujur saja. Tidak semua orang baik.
Dan ada beberapa orang yang (kebetulan) menjadi client kita punya kecenderungan memanfaatkan. Sementara kita yang khawatir kehilangan client, jungkir balik mengerjakan permintaan client (sering kali di luar keahlian kita) tanpa mengenakan extra charge.
Enak di client, sengsara di kita.
Lantas, bagaimana supaya tidak ‘dimanfaatkan’ oleh client?
Tentukan cakupan service yang anda sediakan
Kalo client menginginkan service tertentu yang tidak anda sediakan, sampaikan dengan jelas. Tetapi jangan berhenti sampai di sini. Tawarkan alternatif sebagai solusinya.
Misalnya, project pengerjaan website. Anda hanya menyediakan jasa pembuatan design. Jika client membutuhkan web content, anda bisa menyarankan rekan atau relasi yang bisa menyediakan jasa ini. Tentunya dengan pembayaran terpisah.
Sepakati cara pembayaran
Jangan segan meminta uang muka pembayaran project. Ini untuk menghindari client nakal yang ngemplang (menolak) membayar setelah project selesai.
Sepakati deadline project
Jika deadline sangat mepet dan memaksa anda untuk lembur mengerjakannya, jangan segan untuk menaikkan rate. Kalo pekerja kantoran bisa mendapat uang lembur, kenapa anda tidak? 🙂
Jelaskan jam kerja anda sebagai seorang freelancer
Meski bukan pegawai kantoran, bukan berarti anda stand by 24 jam untuk menjawab pertanyaan atau memenuhi permintaan client.
Buat kontrak kerja
Jika project memakan waktu lama, ada baiknya anda membuat kontrak kerja tertulis. Tidak perlu yang terlalu rumit. Minimal memuat item pekerjaan yang harus anda selesaikan, jangka waktunya, beserta mekanisme dan rate pembayaran yang disepakati.
Baca Juga :
Jika di tengah pengerjaan project ternyata client meminta tambahan ini dan itu di luar kontrak, anda bisa saja mengenakan extra charge.
Ada tips tambahan, Freelancers? Bisa di-share di comment box.
photo credits to FlipPoker on Flickr
Wawan
Setuju…
Tapi tetap… provider selalu 1 level lebih tinggi daripada client dalam banyak kasus. Client adalah raja, tapi gwe tetap dewa-nya 😀
Linda Setiawati
“Client adalah raja, tapi gw tetap dewa-nya.”
Words! 🙂
anggi krisna
Kalau gue sih gak setuju. karena gue seringnya mecat klien kalo dia gak beres 😛
Gunawan
Kalau clientnya pad rewel dan maunya ini itu pasti akan sangat merepotkan dan malah mengganggu kerja kita ya, pembatas di atas sangat bagus untuk diterapkan oleh para freelancer
Postingan yang sangat bermanfaat Sista..
Aryanto
Kadang ada juga tipe klien yang dia cuma berperan sebagai “makelar” proyek. Perlu diwaspadai ketika kita membuat kontrak, jangan sampai membuat kontrak dengan orang yang salah. 🙂
Nice post 🙂
Deny Saputra
Setuju!
“posisi kita dan client adalah partner kerja yang setara”
Alhamdulilah nya, sampe sekarang klien gue pada pengertian, gak ada yang sok raja 😉
Thanks tulisannya mbak Linda 🙂
Reza Natadipura
Setuju !!!
Eh tapi saya ada pengalaman buruk nih klo nanganin klien di Indonesia, kadang suka banyak maunya dan suka ga kira2 (ga semua) dan ini membuat jengkel. Tapi balik lagi karena tugas kita melayani, ya apa mau di kata.. 😀
da
wkwkwkkkk client raja tpi “tuhannya” aku
Felicia Karta
Artikelnya mendidik banget kak 🙂
tapi kalo dari awal ga bikin kontrak, trus tau2 si klien blg ga jadi pake desain kita (walau pd kenyataannya produknya sudah dipasarkan) gimana yah kak..
Bobby Prabawa
Nggak setuju. Klien is your best friend, kalau klien dianggap seorang raja (dangdut) ia akan berbuat semena-mena, seperti Belanda minta tanah (gubrak). Berikan service terbaik, tapi ajukan argumentasi yang tepat jika pendapat klien tidak tepat, atau jika tiba-tiba memajukan deadline, minta honor lebih atau batalkan saja. Rejeki Tuhan itu Maha Luas tak selebar daun sirsak. Salam kenal Mba Linda Setiawati, terima kasih atas tulisannya yang inspiratif. 🙂